3.

Pengikut

Kamis, 07 Januari 2010

Tanaman Kedelai (Glycine max L.)


Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen, di Indonesia kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubi kayu. Kedelai dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, kedelai dapat dibuat tempe, tahu, kecap, tauco, dan taoge. Selain itu kedelai dapat diolah menjadi minuman sari kedelai, susu dan kecap. Disamping itu kedelai memiliki kandungan protein yang lebih tinggi (30-40%) dibanding kacang tanah yang mencapai 20-30%, kadar lemak (18%) lebih sedikit jika dibanding dengan kacang tanah (40-70%) dan karbohidrat 35% (Suprapto, 1999).

Kedelai dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein murah bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk maka permintaan akan kedelai semakin meningkat. Pada tahun 1998 konsumsi per kapita baru 9 kg tahun-1, kini naik menjadi 10 kg tahun-1. Dengan konsumsi perkapita rata-rata 10 kg tahun-1 maka dengan jumlah penduduk 220 juta dibutuhkan 2 juta ton lebih per tahun. Untuk itu diperlukan program khusus peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Produksi kedelai pernah mencapai 1,86 juta pada tahun 1992 (tertinggi) kemudian turun terus hingga tahun 2007 hanya 0,6 juta ton.

Karakteristik Tanaman Kedelai
Kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merrill. Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Anonim, 2009).

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang (Anonim, 1989). Kedelai berakar tunggang. Pada tanah gembur akar kedelai dapat sampai kedalaman 150 cm. Pada akarnya terdapat bintil-bintil akar, berupa koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Pada tanah yang telah mengandung bakteri rhizobium, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah tanam (Suprapto, 1999).

Sistim perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu, kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2006).

Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi kecambah dan saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua. Bagian batang bawah keping biji yang belum lepas disebut hipokotil, sedangkan bagian diatas keping biji disebut epikotil. Batang kedelai tersebut berwarna ungu atau hijau (Anonim, 1989).

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistim pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Adisarwanto, 2006).

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna (hermaprodit), yakni pada tiap kuntum bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan kelamin jantan (benangsari) (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Bunga tumbuh pada ketiak daun dan berkembang dari bawah lalu menyembul ke atas. Pada setiap ketiak daun biasanya terdapat 3-15 kuntum bunga, namun sebagian besar bunga rontok, hanya beberapa yang dapat membentuk polong(Anonim, 1989).

Umur kedelai sampai berbunga bervariasi, tergantung varietasnya. Varietas umumnya dapat dipanen pada umur 80-90 hari. Pembungaan sangat dipengaruhi oleh lama penyinaran dan suhu. Tanaman kedelai termasuk tanaman hari pendek, yang berarti tanaman tidak akan berbunga, bila lama penyinaran melebihi batas kritis, yakni sekitar 15 jam (Suprapto, 1999).

Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umumnya pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan hijau (Adisarwanto, 2006).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Anonim, 2009).

Warna biji berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Disamping itu adapula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Anonim, 1989).

Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan embrio. Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam atau putih. Pada ujung hitam terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji (Adisarwanto, 2006).

Ekologi Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus atau bahan organik (Suprapto, 1999). Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri rhizobium adalah 6,0 - 6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya menguning (Fachruddin, 2000).

Tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal. Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya tanah dan iklim. Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan yang turun selama pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varietas yang ditanam (Anonim, 2009).

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300C (Adisarwanto, 2006). Curah hujan berkisar antara 150 mm – 200 mm bulan-1, dengan lama penyinaran matahari 12 jam hari-1, dan kelembaban rata-rata (RH) 65% (Fachruddin, 2000). Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100 – 200 mm bulan-1
(Purwono dan Purnamawati, 2007).

Daftar Pustaka:

Adisarwanto, 2006. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta
Anonim, 1989. Kedelai. Kanisius, Yogyakarta
Anonim, 2009. Deskripsi varietas unggul kedelai 1918–2008
Fachruddin, 2000. Budidaya kacang-kacangan. Kanisius, Yogyakarta.
Purwono dan Heni Purnamawati, 2007. Budidaya 8 jenis tanaman pangan unggul. Penebar swadaya, Jakarta.
Suprapto, 1999. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar