3.

Pengikut

Sabtu, 09 Januari 2010

Tanaman Jagung (Zea mays L.)


Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena hingga kini, jagung merupakan makanan pengganti beras sebagian penduduk Indonesia. Selain itu jagung juga merupakan komoditas strategis karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap kestabilan ekonomi. Hal ini dipicu oleh semakin bertambahnya permintaan jagung akibat semakin meningkatnya kemampuan teknik dalam pembuatan bahan makanan dan minuman, serta jagung juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri. Selain itu produksi sampingan berupa batang, daun, dan kelobot dapat juga dimanfaatkan sebagai mulsa organik ataupun bahan pupuk kompos.

Karakterisrik Tanaman Jagung
Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk ke dalam famili Graminae, termasuk dalam tumbuhan yang menghasilkan biji (Spermatophyta), sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah sehingga termasuk dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), dimasukkan ke dalam kelas Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus Zea dengan nama ilmiah Zea mays. L (Rukmana, 2006).

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasanya diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan (Anonim, 2007).

Sistem perakaran tanaman jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal, dan akar udara. Akar-akar seminal merupakan akar-akar radikel atau akar primer ditambah dengan sejumlah akar-akar lateral yang muncul sebagai akar adventif pada dasar pada buku pertama di atas pangkal batang. Akar-akar seminal ini tumbuh pada saat biji berkecambah. Akar koronal merupakan akar yang tumbuh dari bagian dasar pangkal batang. Akar-akar ini tumbuh ke arah atas dari jaringan batang setelah plumula muncul. Akar udara merupakan akar yang tumbuh dari buku-buku di atas permukaan tanah, tetapi dapat masuk ke dalam tanah (Rukmana,2006).

Batang jagung tidak berlubang seperti batang padi tetapi padat dan berisi berkas-berkas pembuluh sehingga semakin memperkuat tegakan tanaman. Hal ini juga didukung jaringan kulit yang keras dan tipis yang terdapat pada batang sebelah luar. Secara umum, rata-rata tinggi tanaman berkisar antara 60-300 cm. Batang jagung beruas pada bagian pangkal batang jagung beruas pendek dengan jumlah ruas berkisar antara 8-21. jumlah ruas tergantung pada varietas jagung (anonim,1993).

Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helaian, tergantung varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun, dan helaian daun. Kelopak daun umumnya membungkus batang. Antara kelopak dan helaian daun terdapat lidah daun atau disebut dengan ligula. Permukaan daun tanaman jagung pada umumnya berbulu dan pada bagian bawah permukaan daun tidak berbulu (Purwono dan Hartono,2006).

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman. Bunga jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman, berupa karangan bunga. Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari satu buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina, beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betina (Anonim, 2006).

Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung terdiri dari tiga bagian utama, yaitu; a) pericarp yang merupakan lapisan tipis terluar pada biji, (b) endosperm (82%) sebagai cadangan makanan, dan (c) embrio (11,6%) (Rukmana, 2006).

Jagung termasuk kedalam jenis tanaman C4 yang mempunyai sifat-sifat menguntungkan antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah, serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomis yang menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil (Leonard dan Martin, 1973). Menurut Suprapto (1998), tanaman jagung termasuk tanaman menyerbuk silang karena 95% persariannya berasal dari tanaman lain dan hanya 5% berasal dari tanaman sendiri.

Ekologi Tanaman Jagung
Tanaman jagung sebagian besar menghendaki daerah-daerah yang beriklim sedang hingga daerah beriklim sub tropis. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0˚ - 50˚ lintang utara hingga 0˚ - 40˚ lintang selatan. Temperatur yang dikehendaki tanaman jagung antara 21˚ C hingga 30˚C. Akan tetapi temperatur optimum adalah antara 23˚C sampai dengan 27˚C. Sedangkan pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan temperatur yang cocok, sebab kehidupan embrio dan pertumbuhannya menjadi kecambah perlu suhu kira-kira 30˚C (Anonim,1993).

Ketinggian tempat yang ideal untuk tanaman jagung adalah di daerah dataran rendah sampai pada daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1.000 – 1.800 meter dari permukaan laut. Walaupun idealny demikian, pada kenyataannya tanaman jagung dapat juga ditanam di dataran rendah di bawah 800 meter dari permukaan laut dan pada ketinggian diatas 800 meter dari permukaan air laut pun jagung masih bisa memberikan hasil yang baik pula (Anonim,1993).

Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah antara 100 mm – 200 mm per bulan. Curah hujan paling optimum adalah sekitar 100 mm – 125 mm per bulan dengan distribusi yang merata. Oleh karena itu, tanaman jagung cenderung amat cocok ditanam di daerah yang beriklim kering (Rukmana, 2006).

Tanah berdebu yang kaya unsur hara dan humus amat cocok untuk tanaman jagung. Di samping itu, tanaman jagung toleran terhadap berbagai jenis tanah, misalnya tanah andosol dan latosol, asalkan memiliki keasaman tanah (pH) yang memadai untuk tanaman tersebut. Tingkat asaman tanah yang paling ideal untuk tanaman jagung adalah pada pH 6,8 (Rukmana, 2006). Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung yakni maksimum 8%. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadi erosi tanah yang sangat kecil. Pada daerah dengan tingkat kemiringan 5-8%, sebaiknya dilakukan pembuatan teras. Tanah dengan kemiringan lebih dari 8% kurang sesuai untuk penanaman jagung (Purwono dan Hartono, 2006).

Jagung termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebabkan hasil yang menurun. Kebutuhan jumlah air setiap varietas sangat beragam. Namun demikian, secara umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air per tanaman per hari saat kondisi panas dan berangin (Purwono dan Hartono,2006).

Tanaman Kakao (Theobrema cacao L.)


Kakao merupakan tanaman perkebunan dan industri yang dikenal sebagai komoditas ekspor nonmigas yang memiliki prospek cukup cerah selain cengkeh. Komoditas kakao disamping dibutuhkan sebagai bahan baku industry makanan, juga dibutuhkan oleh industry lain seperti farmasi sehingga tidaklah mengherankan bila para petani kakao berusaha memaksimalkan produksi dengan memelihara tanaman sebaik-baiknya (Anonim, 2004)

Tanaman tropis tahunan ini berasal dari Amerika Selatan. Penduduk Maya dan Aztec dipercaya sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan dan minuman. Sampai pada abad pertengahan abad XVI, selain bangsa di Amerika Selatan, hanya bangsa Spanyol yang mengenal tanaman kakao. Dari Amerika Selatan tanaman ini menyebar ke Amerika Utara, Afrika dan Asia (Reginawati, 2005).

Karakteristik Tanaman Kakao
Akar kakao adalah akar tunggang. Pertumbuhan akar bisa sampai 8 meter ke arah samping dan 15 ke arah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetative pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar tunggang (Siregar et al, 2000).

Sistim perakaran kakao sangat berbeda tergantung dari keadaan tanah tempat tanaman tumbuh. Pada tanah-tanah yang permukaan air tanahnya dalam terutama pada lereng-lereng gunung, akar tunggang tumbuh panjang dan akar-akar lateral menembus sangat jauh ke dalam tanah. Sebaliknya pada tanah yang permukaan air tanahnya tinggi, akar tunggang tumbuh tidak begitu dalam dan akar lateral berkembang dekat permukaan tanah. Perkembangan zone perakaran tanaman kakao yang baik pada tanah-tanah yang solumnya antara 30 cm-50 cm (Nasaruddin, 2004)
.
Tinggi tanaman kakao pada umur 3 tahun berkisar antara 1,8 hingga 3 meter. Pada umur 7 sampai 12 tahun bisa mencapai 4,5 meter hingga 7 meter. Tinggi tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh intensitas naungan dan factor tumbuh yang tersedia. Batang tanaman kakao bersifat dimorfisme yang berarti mempunyai 2 macam tunas vegetative. Tunas yang tumbuhnya tegak ke atas dan tunas yang tumbuhnya ke arah samping (Syamsulbahri, 1996).

Letak daun mengikuti rumus ¾ dan pada cabang lateral dengan rumus daun ½. Daun-daunyang muda sangat bervariasi, warnanya tergantung dari tipe varietas tanaman dari hijau pucat atau kemerah-merahan sampai merah tua. Daun-daun dewasa selalu berwarna hijau, dapat mencapai panjang 30 cm dan lebar 7,5 cm, tergantung kondisi naungan (Nasaruddin, 2004).

Bentuk helai daun bulat memanjang, ujung daun meruncing, dan pangkal daun runcing. Susunan tulang daun menyirip dan tulang menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun kuat rata, daging daun tipis seperti perkamen. Permukaan daun licin dan mengkilap (Puslitlkoka, 2005).

Tanaman kakao bersifat kauliflori, artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (Puslitkoka, 2005). Bunga kakao untuk setiap pohon bisa mencapai 5000 hingga 12.000 per pohon tiap tahun, namun dari sejumlah bunga tersebut yang mampu menjadi buah hanya berkisar 1 % saja (Syamsulbahri, 1996).

Buah kakao yang masih muda disebut chrelle dan sampai 3 bulan pertama sejak perkembangannya akan terjadi chrelle wilt, yaitu buah muda menjadi kering atau mengeras. Buah kakao yang berumur 3 bulan (panjang buah 5 – 10 cm), pada umumnya tidak akan mengalami chrelle wilt, namun dapat berkembang menjadi buah yang masak jika tidak terserang hama penyakit. Buah kako disebut pod atau tongkol, warnanya bermacam-macam dan ukurannya 10 – 30 cm. Buah yang sudah masak pada umumnya berwarna kuning orange. Buah kakao masak setelah 5 – 6 bulan dari proses penyerbukan (Sunanto, 1992).

Ekologi Tanaman Kakao
Tanaman kakao dapat tumbuh baik dan berbuah banyak di daerah yang mempunyai ketinggian 100 – 600 meter di atas permukaan laut (Sunanto, 1992). Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kakao yang memiliki kemasaman 6,0 – 7,5 dan tidak lebih dari pH 8,0 serta tidak lebih rendah dari pH 4,0. Tekstur tanah yang baik adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 – 40% fraksi liat, 50% pasir dan 10 – 20% debu (Siregar et al., 2000).

Curah hujan tahunan yang ideal bagi tanaman kakao berkisar antara 1100 – 3000 mm, sedang curah hujan tahunan yang melebihi 4500 mm tidak cocok bagi pengembangan tanaman kakao terutama erat kaitannya dengan penyakit busuk buah. Suhu ideal bagi tanaman kakao, maksimum berkisar antara 30 – 320C dan suhu minimum 18 – 210C, namun pada kultivar tertentu kakao masih dapat tumbuh baik pada suhu 150C, sedang rata-rata suhu bulanan 26,60 derajat celcius (Syamsulbahri, 1996).

Kebutuhan sinar matahari untuk kakao tergantung dari besar kecilnya tanaman. Tanaman muda memerlukan sinar matahari sekitar 25 – 35% dari sinar matahari penuh sedangkan untuk tanaman dewasa kebutuhannya semakin besar yaitu 65 – 75 %. Hal ini dapat diatur dengan cara mengatur tanaman pelindung (Sunanto, 1992). Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada sekitar 3 – 30 % cahaya matahari (Siregar et al., 2000).

Daftar Pustaka:

Nasaruddin, 2004. Budidaya Kakao dan Beberapa Aspek Fisiologinya. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Puslitkoka, 2005. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Siregar, T.H.S,S. Riyadi dan L. Nuraeni, 2000. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sunanto, H., 1992. Cokelat, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius, Yogyakarta.
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gajah Mada University, Yogyakarta.
Kamis, 07 Januari 2010

Tanaman Kedelai (Glycine max L.)


Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen, di Indonesia kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubi kayu. Kedelai dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, kedelai dapat dibuat tempe, tahu, kecap, tauco, dan taoge. Selain itu kedelai dapat diolah menjadi minuman sari kedelai, susu dan kecap. Disamping itu kedelai memiliki kandungan protein yang lebih tinggi (30-40%) dibanding kacang tanah yang mencapai 20-30%, kadar lemak (18%) lebih sedikit jika dibanding dengan kacang tanah (40-70%) dan karbohidrat 35% (Suprapto, 1999).

Kedelai dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein murah bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk maka permintaan akan kedelai semakin meningkat. Pada tahun 1998 konsumsi per kapita baru 9 kg tahun-1, kini naik menjadi 10 kg tahun-1. Dengan konsumsi perkapita rata-rata 10 kg tahun-1 maka dengan jumlah penduduk 220 juta dibutuhkan 2 juta ton lebih per tahun. Untuk itu diperlukan program khusus peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Produksi kedelai pernah mencapai 1,86 juta pada tahun 1992 (tertinggi) kemudian turun terus hingga tahun 2007 hanya 0,6 juta ton.

Karakteristik Tanaman Kedelai
Kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merrill. Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Anonim, 2009).

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang (Anonim, 1989). Kedelai berakar tunggang. Pada tanah gembur akar kedelai dapat sampai kedalaman 150 cm. Pada akarnya terdapat bintil-bintil akar, berupa koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Pada tanah yang telah mengandung bakteri rhizobium, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah tanam (Suprapto, 1999).

Sistim perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu, kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2006).

Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi kecambah dan saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua. Bagian batang bawah keping biji yang belum lepas disebut hipokotil, sedangkan bagian diatas keping biji disebut epikotil. Batang kedelai tersebut berwarna ungu atau hijau (Anonim, 1989).

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistim pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Adisarwanto, 2006).

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna (hermaprodit), yakni pada tiap kuntum bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan kelamin jantan (benangsari) (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Bunga tumbuh pada ketiak daun dan berkembang dari bawah lalu menyembul ke atas. Pada setiap ketiak daun biasanya terdapat 3-15 kuntum bunga, namun sebagian besar bunga rontok, hanya beberapa yang dapat membentuk polong(Anonim, 1989).

Umur kedelai sampai berbunga bervariasi, tergantung varietasnya. Varietas umumnya dapat dipanen pada umur 80-90 hari. Pembungaan sangat dipengaruhi oleh lama penyinaran dan suhu. Tanaman kedelai termasuk tanaman hari pendek, yang berarti tanaman tidak akan berbunga, bila lama penyinaran melebihi batas kritis, yakni sekitar 15 jam (Suprapto, 1999).

Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umumnya pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan hijau (Adisarwanto, 2006).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Anonim, 2009).

Warna biji berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Disamping itu adapula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Anonim, 1989).

Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan embrio. Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam atau putih. Pada ujung hitam terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji (Adisarwanto, 2006).

Ekologi Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus atau bahan organik (Suprapto, 1999). Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri rhizobium adalah 6,0 - 6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya menguning (Fachruddin, 2000).

Tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal. Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya tanah dan iklim. Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan yang turun selama pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varietas yang ditanam (Anonim, 2009).

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300C (Adisarwanto, 2006). Curah hujan berkisar antara 150 mm – 200 mm bulan-1, dengan lama penyinaran matahari 12 jam hari-1, dan kelembaban rata-rata (RH) 65% (Fachruddin, 2000). Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100 – 200 mm bulan-1
(Purwono dan Purnamawati, 2007).

Daftar Pustaka:

Adisarwanto, 2006. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta
Anonim, 1989. Kedelai. Kanisius, Yogyakarta
Anonim, 2009. Deskripsi varietas unggul kedelai 1918–2008
Fachruddin, 2000. Budidaya kacang-kacangan. Kanisius, Yogyakarta.
Purwono dan Heni Purnamawati, 2007. Budidaya 8 jenis tanaman pangan unggul. Penebar swadaya, Jakarta.
Suprapto, 1999. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.